Jumat, 30 Juni 2017

RENUNGAN PAGI

Jumat, 30 Juni 2017
Terlantar tetapi Tidak Ditinggalkan
"Engkau tidak meninggalkan mereka di padang gurun karena kasih sayang­Mu yang besar. Tiang awan tidak berpindah dari atas mereka pada siang hari untuk memimpin mereka pada perjalanan, begitu juga tiang api pada ma lam hari untuk menerangi jalan yang mereka lalui" (Nehemia 9:19). 
Kecuali Kaleb dan Yosua, semua orang yang meninggalkan Mesir mening­gal selama 40 tahun pengembaraan Israel di padang gurun. Mereka, karena ketidaktaatan mereka, satu generasi ditolak, bangsa itu tidak memenuhi syarat, bangsa yang tidak terhormat.
Nehemia mengingatkan kita bahwa meskipun mereka sering tidak setia dan ditelantarkan, mereka tidak pernah ditinggalkan. Yahwe tidak hanya membe­rikan mereka tiang awan pada siang hari dan tiang api pada waktu malam, te­tapi Dia juga memberi Roh-Nya yang baik untuk memberikan kepada mere­ka petunjuk dan manna untuk makanan mereka. Seperti yang dijanjikan-Nya, Dia mencukupi mereka sehingga mereka tidak kekurangan. Pakaian mereka "tidak menjadi rusak" dan "kasutmu tidak menjadi rusak di kakimu" (UL 29:5). "Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamat­kan mereka" (Yes. 63:9). Hukuman-Nya seringkali terasa pahit, tetapi itu mem­buat mereka menjadi lebih baik. Murka Allah bukan hanya masalah perihnya hukuman, tetapi langkah-langkah untuk memperbaiki yang menginstruksikan untuk bertobat. 
Zaman ini kita banyak mendengar tentang kelemahan Israel modern, ten­tang kurangnya kerohanian di gereja, tentang fakta bahwa kita, seperti rekan­rekan kita pada zaman dulu yang telah menyimpang terlalu jauh di padang gu­run. Memang benar seharusnya Israel modern dari dulu telah mencapai waris­an tersebut. Kita juga sering frustrasi dalam perjalanan kita. Sangat tepat bila kita digambarkan sebagai Laodikia pada Wahyu 3. Tetapi mereka yang terobsesi dengan ciri-ciri Laodikia kita tidak pernah bisa mengatasi kenegatifan dan ke­suraman yang dihasilkan oleh fokus yang berlebihan pada kelemahan gereja. 

Kita juga menderita kerugian karena ketidakpercayaan; kita juga memerlu­kan kebangkitan, pertobatan dan pembaruan yang membara, merupakan ke­butuhan kita yang terbesar dan paling mendesak. Namun, kita perlu menaruh ke hati kita kenyataan bahwa bahkan meskipun dengan segala pergumulan ki­ta, kita tetap "biji mata [Nya]" (Mzm. 17:8); dan bahwa "gereja, yang lemah dan cacat, yang perlu ditegur, diperingatkan dan dinasihati, merupakan satu-satun­ya objek di bumi di mana Kristus menganugerahkan perkara-perkara-Nya yang tertinggi" (Testimonies to Ministers, hlm. 49). Pemikiran ini menghasilkan opti­misme dan jaminan yang memerangi keputusasaan mereka yang tertekan oleh penyakit Sion dan menanamkan kepercayaan yang penuh harapan kepada ke­setiaan yang lebih mendalam. 

Kamis, 29 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Kamis, 29 Juni 2017
Konflik Dalam Gereja
Tentu saja, tidak ada manusia yang sempurna, maka tidak lama, masalah pun mulai muncul dalam persekutuan umat percaya mula-mula.
Awalnya, tidak semua orang senang dengan masuknya orang percaya bukan Yahudi ke dalam gereja mula-mula. Perselisihan itu bukannya mengenai konsep misi kepada bukan Yahudi, tapi mengenai dasar atas mana bangsa-bangsa lain harus diizinkan untuk bergabung. Sebagian orang merasa bahwa iman pada Yesus saja tidak cukup sebagai tanda pengenal orang Kristen; menurut mereka iman harus dilengkapi dengan sunat dan penurutan kepada hukum Musa. Mereka menegaskan, untuk menjadi scorang Kristen sejati, bangsa-bangsa Iain perlu disunat. (Dalam Kis. 10:1-11:18, kita dapat melihat sejauh mana pembagian antara bangsa Yahudi dan bukan Yahudi melalui pengalaman Petrus dengan Kornelius dan reaksi yang terjadi kemudian.) 
Kunjungan resmi dari Yerusalem, yang memantau pekerjaan Filipus di antara orang-orang Samaria (Kis. 8:14) dan pekerjaan lnjil kepada bangsa-bangsa lain di Antiokhia (Kis. 11 :22), dapat menimbulkan beberapa kekhawatiran perihal masuknya bukan Yahudi dalam komunitas Kristen. Namun, reaksi terhadap baptisan Petrus atas Kornelius, seorang tentara Romawi yang tidak bersunat, adalah contoh yang jelas dari perselisihan yang muncul yang meragukan keberadaan bukan Yahudi di antara orang-orang percaya mula-mula. Masuknya orang bukan Yahudi seperti Kornelius mungkin telah menimbulkan rasa tidak nyaman pada sebagian orang, tetapi upaya Paulus yang sungguh-sungguh untuk membuka lebar-lebar pintu gereja bagi bangsa-bangsa lain atas dasar iman di dalam Yesus saja, mengakibatkan upaya yang sengaja dari beberapa orang untuk melemahkan pelayanan Paulus. 
Bagaimanakah orang percaya tertentu dari Yudea mencoba untuk melawan pekerjaan Paulus bagi orang Kristen bukan Yahudi di Antiokhia? Kis 15:1-5
Meskipun Rapat Yerusalem yang membahas soal sunat, dalam Kis. 15, akhirnya berpihak pada Paulus, perlawanan terhadap pelayanan Paulus terus berlanjut. Sekitar tujuh tahun kemudian, pada saat kunjungan terakhir Paulus ke Yerusalem, banyak yang masih curiga mengenai Injil Paulus. Bahkan, ketika Paulus mengunjungi bait suci, dia hampir kehilangan nyawanya ketika orang Yahudi dari Asia berteriak “Hai orang-orang Israel, tolong! Inilah orang yang di mana-mana mengajar semua orang untuk menentang bangsa kita dan menentang hukum Taurat dan tempat ini! Dan sekarang ia membawa orang-orang Yunani pula ke dalam Bait Allah dan menajiskan tempat Suci ini!” (Kis 21:28; Iihat juga 21:20-21).
Tempatkanlah diri Anda pada posisi orang percaya Yahudi yang khawatir tentang ajaran Paulus. Mengapakah kekhawatiran dan perlawanan mereka sepertinya masuk akal? Apakah yang bisa kita pelajari dari hal ini tentang bagaimana prasangka kita sehdiri, serta pemahaman budaya (dan bahkan agama), dapat menyesatkan kita? Bagaimanakah kita bisa belajar untuk melindungi diri agar tidak melakukan kesalahan yang sama, tanpa memandang seberapa baik niat kita?

PELAJARAN ALKITAB

pelajaran 6


ROH KUDUS

PENGULANGAN:  Pelajaran sebelumnya, kita telah belajar bahwa ada SATU ALLAH dengan tiga pribadi dan bahwa pikiran kita yang terbatas tidak bisa sepenuhnya memahami yang sesungguhnya.
PENDAHULUAN: Dalam pelajaran ini kita akan belajar lebih jauh lagi tentang kepribadian dari Roh Kudus.  Beberapa orang berpikir bahwa Roh Kudus adalah sesuatu. Apakah Alkitab setujuh?
RK-1      Yesus mengatakan bahwa ROh Kudus adalah satu pribadi keallahan. Bukan SESUATU. Yoh 16:7
RK-2      Dia adalah mahkluk yang berpribadi. Ef 4:30
RK-3      Bagian dari KeAllahan. Matt 28:19, 20; Kis 5:3,4 berdusta kepada Roh Kudus...berdusta kepada Allah.
RK-4      Tinggal bersama kita (memimpin dan menuntun). Kej 6:3
RK-5      Mengantarai kita. Rom 8:26
RK-6      Memiliki Pemikiran sendiri. Rom 8:27
RK-7      Bersaksi bagi kita. Rom 8:16
RK-8      Menghasilkan buah Roh dalam kehidupan kita. Gal 5:22-26
RK-9      Mengerjakan perubahan karakter didalam hati kita. Ez 36:26, 27
RK-10    Berpartisipasi dalam penciptaan dengan Bapa dan Anak. Kej 1:2
RK-11    Dia Kekal. Ibr 9:14
RK-12    Menuntun kita kedalam seluruh kebenaran. Yoh 16:13, 14
RK-13    Guru dari Allah bagi kita. Yoh 14:26
RK-14    Tubuh kita adalah kaabah dari Roh Kudus sebagai bagian dari keselamatan kita. 1 Kor 6:19-20
RK-15    ROh Kudus menyadarkan kita akan dosa. Yoh 16:8

Roh Kudus bekerja dengan aktif dalam kehidupan kita, menyadarkan kita akan dosa dan memimpin kita pada jalan keselamatan. Apakah kita mau dipimpin? Allah tidak memaksa kita untuk memilih? Apakah engkau memilih untuk mengikut Tuhan?

SEKILAS:  Pelajaran selanjutnya kita akan belajar bagaimana kita bisa memilih untuk diselamatkan dari dosa dan kematian.

Download Pdf

RENUNGAN PAGI

Kamis 29 Juni
Menyeberang
"Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu"
(Yosua 7:2). 
Pada musim semi ketika bangsa Israel menyeberang ke Kanaan. Salju dari Gunung Hermon yang tinggi, yang membentang menjulang tinggi 10.000 
kaki ke langit, mencair, dan mengalirkan air deras yang mengalir ke Sungai Yor­dan yang lebih rendah, memenuhi semua tepiannya. Menemukan jalan yang aman untuk menyeberangi sungai di musim ini hampir mustahil. 
Israel diperintahkan untuk menyeberang pada waktu dan pada tempat yang paling berbahaya-begitu juga dengan kita. Dosa, mengalir turun kepada ki- ta dari permulaan 6000 tahun di Eden, membanjiri masyarakat kita dengan "air pasang" kejahatan. Sejarah manusia telah tiba pada zaman yang terburuk: Za­man terburuk untuk melihat ke media publikasi kita, untuk bergantung kepa­da perjanjian dan kontrak, untuk memercayai politikus, untuk bepergian di ja­lan raya kita, untuk membesarkan anak-anak kita, untuk percaya bahkan ke­pada penjaga keamanan kita, untuk menciptakan perdamaian di antara bang­sa-bangsa, untuk melakukan kesaksian Injil. Namun Allah memerintahkan kita pada titik yang mengagumkan dalam sejarah ini pada zaman yang penting dan mengerikan ini: "Bersiaplah-menyeberanglah!" 
Kesempatan bagi Israel tampaknya mustahil. Pokok masalah dalam menye­berang Sungai Yordan adalah ketergantungan mereka terhadap pemimpin yang jauh kurang berpengalaman daripada Musa yang telah teruji dan terbukti. Teta­pi dengan semua kekurangan ini meskipun demikian, ketika imam, pemelihara hukum rohani, dengan setia menurut kepada perintah Allah, menginjakkan ka­ki mereka ke Sungai Yordan, airnya terbelah membentuk dinding, dan mereka menyeberang dengan aman menuju Tanah Perjanjian (Yosua 3). 
Dan di sini kembali Yesus tidak dapat disangkal lagi merupakan Musa yang lebih baik. Dia meninggalkan kita sebelum kita tiba di Kanaan surgawi, tetapi bukan kepada tangan yang lebih rendah. Dia menempatkan kita dalam peme­liharaan Penuntun yang setara dengan Dia-Roh Kudus. Dan Dialah yang ki­ni memimpin kita untuk melalui pergolakan dalam masyarakat kita yang sakit dan hina menuju sukacita di tanah yang berlimpah ruah. 
Ketika kita masuk ke sana, Kristus sendiri menunggu untuk menyambut ki­ta pulang. Kita akan melihat Dia di sana. Dia tidak akan menjadi seperti pe­mimpin Israel, kenangan yang suci. Dia akan menjadi Tuhan kemuliaan kita yang akan ada sampai selamanya; yang di hadapan-Nya, dan kepada-Nya ki­ta akan menyanyikan nyanyian Musa dan Anak Domba dan bersukacita selama kekekalan seperti yang akan kita peroleh!

Rabu, 28 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Rabu, 28 Juni 2017
Injil Diberitakan kepada Bangsa Lain 
Di manakah gereja bukan Yahudi pertama kali didirikan? Peristiwa apakah yang menyebabkan orang-orang percaya pergi ke sana? (Kis. 11: 19-21, 26). Hal itu mengingatkan Anda tentang apakah dari zaman Perjanjian Lama? (Lihat Daniel 2.)
Penganiayaan yang terjadi di Yerusalem setelah kematian Stefanus menyebabkan sejumlah orang percaya Yahudi melarikan diri tiga ratusan mil ke utara ke Antiokhia. Sebagai Ibukota Provinsi Romawi Siria, pentingnya Antiokhia hanya kalah dari Roma dan Alexandria. Penduduknya yang diperkirakan lima ratus ribu, sangat kosmopolitan, menjadikannya lokasi yang ideal tidak hanya untuk sebuah gereja bukan Yahudi, tetapi sebagai basis dari jemaat mula-mula untuk memulai misi ke seluruh dunia. 
Apakah yang terjadi di Antiokhia yang mengakibatkan kunjungan Barnabas ke kota itu dan keputusannya selanjutnya untuk mengundang Paulus untuk bergabung dengannya di Antiokhia? Gambaran jenis apakah yang disajikan jemaat di sana? (Kis. 11:20-26). 
Adalah sulit untuk menyusun kronologi kehidupan Paulus, tetapi tampaknya bahwa sekitar lima tahun berlalu antara kunjungan ke Yerusalem pasca pertobatan (Kis. 9:26-30) dan undangan Barnabas untuk bergabung dengannya di Antiokhia. Apa yang Paulus lakukan selama tahun-tahun itu? Sulit untuk mengatakan dengan pasti. Namun berdasarkan komentarnya dalam Galatia 1:21, ia mungkin telah memberitakan Injil di daerah-daerah Siria dan Kilikia. Sebagian orang memperkirakan bahwa, mungkin, selama waktu itulah hak warisnya dicabut oleh keluarganya (Flp. 3:8). Dan menderita sejumlah kesulitan yang ia gambarkan dalam 2 Korintus 11:23-28. Gereja di Antiokhia berkembang di bawah pengaruh Roh Kudus. Gambaran dalam Kis. 13:1 menunjukkan bahwa sifat kosmopolitan kota itu segera tercermin dalam keragaman etnis dan budaya dari gereja itu sendiri. (Barnabas berasal dari Siprus, Lukius dari Kirene, Paulus dari Kilikia, Simon kemungkinan dari Afrika, dan pikirkan Juga tentang semua orang bertobat dari yang bukan Yahudi.) Roh sekarang berusaha untuk membawa Injil ke lebih banyak bangsa lain dengan menggunakan Antiokhia sebagai basis untuk jangkauan misionaris yang lebih jauh di luar Siria dan Yudea.
Bacalah lagi Kis. 11:19-26. Apakah yang dapat kita pelajari dari jemaat di Antiokhia, jemaat yang sangat beragam budaya, etnis, yang bisa membantu jemaat-jemaat saat ini meniru apa yang baik yang ada di sana? 

RENUNGAN PAGI

Rabu 28 Juni
Allah Kita yang Hidup
"Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan lblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi lblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: 'Kiranya Tuhan menghardik engkau!'" (Yudas 9). 
Yesus dan Musa dibangkitkan: Musa, oleh tindakan Allah alam semesta se­mata-mata yang tidak ingin membiarkan tubuh hamba yang dikasihi-Nya terbuang di bumi; Yesus, bagaimana pun, keluar kubur oleh kekuatan yang ber­asal dari dalam diri-Nya. Kebangkitan-Nya dari kubur tidak tergantung pada seruan malaikat yang datang ke bumi untuk menggoncang dunia kita, melain­kan dengan kewenangan internal keberadaan-Nya. 
Kristus yang Ilahi tidak mungkin disalibkan; Keilahian tidak mungkin ma­ti. Kemanusiaan Kristuslah yang berakhir di atas salib; tetapi daging yang tidak berdosa tidak akan membusuk. Dia mengambil kematian, tetapi kematian ti­dak bisa menguasai Dia. Dia mati, tetapi Dia tidak pernah membusuk. Jantung­nya berhenti berdetak, tetapi daging-Nya tidak pernah mati. Darahnya berhenti mengalir, tetapi penguraian tidak pernah terjadi. Setan berharap bahwa tubuh Yesus yang terkoyak, dan terkurung akan membusuk di dalam tanah, namun ti­dak ada kerusakan molekular yang terjadi-pembusukan tidak pernah terjadi. Dalam arti sebenarnya, Dia tidur! 
Penjara kematian tidak bisa menahan Dia yang dengan berani memprokla­masikan pembebasan bagi para tawanan; tubuh-Nya yang berlumuran darah yang mengatakan bahwa Ia datang untuk membebaskan mereka yang tertindas tidak terbaring lama dalam kondisinya yang remuk; kesedihan yang menye­rang hati-Nya yang mengatakan bahwa Ia datang untuk menyembuhkan me­reka yang hancur hatinya tidak akan lama lagi hidup dalam kondisi hancur (li­hat Luk. 4:18). Sekiranya Dia melakukan satu dosa selama hidup-Nya, kemati­an akan mencengkeram Dia selamanya. Tetapi Dia yang tidak melakukan dosa, tidak akan-tidak bisa-menjadi korban permanen dari konsekuensinya. Me­nang atas pencobaan, Dia menang atas kematian dan Dia bangkit! 
Dan ketika Dia bangkit, Dia bangkit selamanya dengan mempertahankan identitas kemanusiaan-Nya (Selected Messages, jld. l, hlm. 258). Dia datang ke dunia kita "Keilahian terbungkus dalam kemanusiaan'' -Allah dalam kemasan mausia. Dan ketika Dia bangkit dan kembali kepada kemuliaan Dia mening­gikan, "kemanusiaan terbungkus dalam Keilahian:' sehingga menyediakan bagi umat manusia satu pernyataan diri-Nya sendiri di hadapan Bapa. Inilah sebab­nya kita mengangap Dia sebagai Tuhan kita yang hidup, Tuhan kita yang mendengarkan, Tuhan kita yang penuh kasih, dan Musa kita yang benar-benar lebih baik.

Selasa, 27 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Selasa, 27 Juni 2017
Saulus di Damsyik 
Pada pertemuan Saulus dengan Yesus, ia menjadi buta dan kemudian di perintahkan untuk pergi ke rumah seorang bernama Yudas dan menunggu seseorang di sana, yaitu Ananias. Tidak diragukan lagi kebutaan fisik Saulus merupakan pengingat yang kuat akan kebutaan rohani yang lebih besar yang mendorong dia menganiaya para pengikut Yesus. 
Penampakan Yesus kepadanya di jalan ke Damsyik mengubah segalanya. Di mana Saulus mengira bahwa ia sangat benar, temyata ia sangat salah. Gantinya bekerja untuk Tuhan, ia telah bekerja melawan Dia. Saulus memasuki Damsyik sebagai seorang yang berbeda bukan lagi seorang Farisi yang bersemangat dan bangga yang telah meninggalkan Yerusalem. Gantinya makan dan minum, Saulus menghabiskan tiga hari pertamanya di Damsyik untuk berpuasa dan berdoa sambil merenungkan semua yang telah terjadi. 
Baca Kis. 9: 10-14. Bayangkan apa yang berkecamuk dalam pikiran Ananias: tidak hanya Saulus, si penganiaya, yang sekarang percaya kepada Yesus, Ia juga adalah Paulus, rasul yang dipilih Allah untuk membawa Injil ke dunia bukan Yahudi (Iihat Kis. 26: 16-18). 
Tidak heran Ananias sedikit bingung. Jika jemaat di Yerusalem ragu-ragu untuk menerima Paulus sekitar tiga tahun setelah pertobatannya (Kis.9:26-30), bisa dibayangkan bagaimana keraguan dan kekhawatiran yang memenuhi hati orang percaya di Damsyik hanya beberapa hari setelah peristiwa itu! 
Perhatikan juga, bahwa Ananias mendapatkan khayal dari Tuhan yang mengatakan kepadanya berita mengejutkan dan tak terduga tentang Saulus dari Tarsus; jika bukan suatu penglihatan, mungkin tidak akan meyakinkannya bahwa apa yang diberitahukan kepadanya tentang Saulus adalah benar-bahwa musuh umat percaya itu sekarang telah menjadi salah satu dari mereka. 
Saulus telah meninggalkan Yerusalem dengan wewenang dan tugas dari imam-imam kepala untuk membasmi iman Kristen (Kis. 26:12); Namun, Tuhan mempunyai suatu tugas yang sangat berbeda untuk Saulus, yang bertumpu pada otoritas yang jauh lebih besar. Saulus harus membawa Injil ke dunia bukan Yahudi, sebuah ide yang pasti lebih mengejutkan Ananias dan orang percaya Yahudi lainnya ketimbang pertobatan Saulus sendiri. 
Di mana Saulus telah berusaha untuk membatasi penyebaran iman Kristen, sekarang Tuhan akan menggunakan dia untuk menyebarkannya jauh melampaui apa pun yang pernah dibayangkan oleh orang percaya Yahudi. 
Bacalah 1 Samuel 16:7; Matius 7:1; dan 1 Korintus 4:5. Apakah pekabaran dari ayat-ayat ini mengenai mengapa kita harus berhati-hati dalam cara kita memandang pengalaman rohani orang lain? Kesalahan apakah yang telah Anda buat dalam penilaian Anda terhadap orang lain, dan apakah yang telah Anda pelajari dari kesalahan tersebut?

RENUNGAN PAGI

Selasa 27 Juni
Tanah yang Kudus 
"Dan berkata kepada segenap umat Israel: 'Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka la akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya"' 
(Bilangan 74:7, 8) 
Kanaan digambarkan dalam Alkitab dengan istilah yang paling menarik: Ta­nah yang melimpah dengan susu dan madu, tanah yang subur, tanah di mana tumbuh-tumbuhan yang lezat bertumbuh dalam jumlah yang besar-ta­nah perjanjian yang indah. 
Mesir bukannya tidak memiliki pesonanya sendiri; Mesir adalah negeri per­dagangan yang sangat maju dan indah. Tetapi keuntungan seperti itu ditolak oleh para budak yang menderita yang keselamatannya telah diatur oleh Allah melaui pembebas mereka, Musa. 
Kanaan, di sisi lain, menjanjikan kebebasan penuh, kebangsaan yang ung­gul, makanan berlimpah, pemandangan yang menarik, sumber daya alam yang melimpah, dan harta benda yang sangat banyak. Di sana mereka akan menun­dukkan semua musuh mereka dan, dalam kenikmatan kedamaian, hidup baha­gia selamanya. 
Tidak heran jika Kanaan begitu dirindukan. Mereka didorong ke arah jan­ji-janji tersebut ketika menghadapi kesulitan Mesir dan ditarik kepada kebera­daannya oleh visi kenikmatannya yang berlimpah yang disebutkan di atas. Janji Allah kepada Abraham bahwa keturunannya kelak akan menetap di sana telah kehilangan daya tariknya selama masa penawanan mereka. Tetapi peristiwa Ke­luaran sekarang menghidupkan kembali harapan rumah yang bahagia. 
Musa ditunjuk secara Ilahi untuk memimpin mereka ke sana dan dituntun untuk berhasil dalam tanggung jawab itu. Tetapi ketika, setelah 40 tahun peme­rintahan yang penuh ketegangan, dia berdiri di pantai Kanaan, dia, karena ke­salahannya di Horeb, menolak hak yang mulia tersebut. Kesalahannya dengan memukul batu mendiskualifikasi dia untuk masuk. 
Tidak seperti Musa, putra Amram dan Yokhebed, Yesus, Anak Allah dan Anak Manusia, tanpa turun dari takhta, hak untuk memimpin umat-Nya ke ru­mah. Dia menghidupkan kehidupan dalam keselarasan yang sempurna dengan kehendak Bapa. Dia "sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya'' (Yes. 53:9). 
Suatu hari nanti segera Dia akan kembali untuk membawa kita ke Kana­an, di mana mereka akan "menanami kebun-kebun anggur dan memakan bu­ahnya juga'' (Yesaya 65:21), di mana "singa akan makan jerami seperti lembu" (ayat 25), di mana "mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang­orang tuli akan dibuka'' (Yes. 35:5, 6), dan di mana mereka tidak akan menja­di tua dan akan mengikut Anak Domba-Musa kita yang lebih baik-ke mana pun Dia pergi! (Lihat Why 14:4).

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Senin, 26 Juni 2017
Pertobatan Saulus 
“Jawab Saulus: ‘Siapakah Engkau, Tuhan?’ Kata-Nya: ‘Akulah Yesus yang kauaniaya itu’” (Kis. 9: 5). 
Meskipun penganiayaan Saulus terhadap gereja mula-mula dimulai tidak terlalu terlihat jelas (karena ia hanya menjaga jubah dari para pembunuh Stefanus), hal itu dengan cepat meningkat (Iihat Kis 8:1-3; 9:1, 2, 13, 14, 21; 22:3-5). Beberapa kata-kata yang Lukas gunakan untuk menggambarkan Saulus menunjukkan gambar binatang yang liar dan buas atau tentara yang sedang membungkuk untuk menghancurkan lawannya. Kata yang diterjemahkan “membinasakan” dalam Kis 8:3 (ESV), misalnya, digunakan dalam terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Mzm. 80:13) untuk menggambarkan perilaku babi hutan yang tidak terkendali dan merusak. Penganiayaan Saulus terhadap orang Kristen jelas tidak tanggung-tanggung; itu adalah rencana yang disengaja dan berkelanjutan untuk memusnahkan iman Kristen.
Lihatlah tiga gambaran mengenai pertobatan Saulus (Kis. 9:1-18; 22:6-21]; dan 26: 12-19). Apakah peran kasih karunia Allah dalam pengalaman tersebut? Dengan kata lain, seberapa layakkah Saulus menerima kebaikan yang Tuhan tunjukkan padanya? 
Dari sudut pandang manusia, pertobatan Saulus pasti tampak mustahil (karena itu banyak muncul keraguraguan ketika mereka pertama kali mendengar tentang hal itu). 
Satu-satunya yang Saulus pantas terima adalah hukuman, tetapi sebagai gantinya, Tuhan memberikan kasih. karunia kepada orang Yahudi yang sungguh-sungguh ini. Namun, panting untuk dicatat, bahwa pertobatan Saulus tidak tecjadi secara terpaksa. 
Saulus bukan seorang ateis. Dia adalah orang yang beragama, meskipun sangat keliru dalam pemahaman tentang Allah. Kata-kata Yesus kepada Paulus: “Sukar bagimu menendang ke galah rangsang” (Kis. 26:14), mengindikaskan bahwa Roh telah meyakinkan Saulus. Dalam dunia kuno, sebatang “galah rangsang” merupakan tongkat dengan ujung yang tajam yang digunakan untuk mendorong lembu setiap kali mereka menolak membajak. Saulus telah menolak dorongan Allah untuk beberapa waktu, tetapi akhirnya dalam perjalanan ke Damsyik, melalui pertemuan yang ajaib dengan Yesus yang telah bangkit, Saulus memilih untuk tidak melawan lagi. 
Pikirkan kembali tentang pengalaman pertobatan Anda sendiri. Mungkin itu tidak sedramatis pertobatan Paulus, tetapi dengan cara yang sama apakah Anda merupakan penerima kasih karunia Allah? Mengapakah penting untuk tidak pernah melupakan apa yang telah diberikan kepada kita dalam Kristus.

RENUNGAN PAGI

Senin, 26 Juni 2017
Janji yang Lebih Baik 
"Lalu Musa memanggil Yosua dan berkata kepadanya di depan seluruh orang Israel: 'Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama­sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk memberikannya kepada mereka, dan engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya"' (Ulangan 37:7). 
Di sanalah ia berdiri: Seorang yang agung, sosok yang mulia, sekarang mem­ bungkuk dan berambut putih di makan usia tetapi tetap memiliki hati dan tangan yang kukuh, mendapat pemberitahuan dari Allah bahwa sudah waktu­nya bagi dia untuk mati! Apakah yang dia katakan dalam pidato perpisahan - nya kepada bangsa itu, seorang yang sadar sepenuhnya mengenai kematiannya yang akan datang, ketika mereka berdiri membungkuk dengan menunggu da­lam keheningan? Dia menguatkan mereka dengan mengingatkan kembali tun­tunan Tuhan selama tahun-tahun perjalanan mereka, dengan mengajak agar bekerjasama dengan penggantinya Yosua dan dengan mengingatkan mereka mengenai janji perjanjian yang menuntut ketaatan mereka. 
Tetapi mereka tidak menurut. Mereka gagal mematuhi petunjuk Tuhan atau percaya kepada janji-Nya. Bahkan, ketidaktaatan mereka yang keras kepala se­lama tahun-tahun kepemimpinan Yosua malah menjadi dasar sikap dan tin­dakan yang lebih jauh yang akhirnya menyebabkan keturunan mereka meno­lak Mesias. 
Yesus juga memberikan kata-kata perpisahan. Hal ini dicatat dalam Yohanes 14 sampai 17. Dalam perjalanan-Nya menuju ke salib dalam kesadaran penuh bahwa saat -Nya telah tiba, Dia mengucapkan berkat, menjajikan sumber daya, menuntut ketaatan, dan menyatakan bahwa Penerus-Nya, Roh Kudus, akan di­utus oleh Bapa untuk bekerja bahkan pada skala yang lebih besar daripada yang Dia sendiri bisa lakukan. 
Dalam pernyataan terakhirnya, Kristus merincikan kepada murid-mu­rid-Nya sejumlah karunia yang dijanjikan. Di antaranya adalah: Rumah (Yoh. 14:2), damai sejahtera (ayat 27), produktivitas (Yohanes 15:5), sukacita (ayat 11),jawaban doa (Yoh. 14:13, 14), kesatuan (Yoh. 17:21-23), dan pengudusan (ayat 17-19). 
Mungkin janji yang paling penting dari ucapan syukur-Nya, adalah Roh Kudus (Yohanes 16:7-16). Musa mengumumkan, menyebutkan, dan menam­pilkan Yosua sebagai penggantinya. Yesus, Musa kita yang lebih baik, mengu­mumkan, menyebutkan, dan menjanjikan Roh Kudus sebagai pengganti-Nya. Dan Roh Kudus sekarang melayani di antara kita; membujuk, memberi petun­juk, memberi kuasa, dan mengarahkan kita secara individu dan kelompok da­lam perjalanan kerajaan kita. Bayangan Kanaan surgawi mengundang di ha­dapan kita. Perjalanan kita masuk ke dalam kebahagiaannya terikat selamanya pada kesediaan kita untuk mendengar suara-Nya dan mengikuti jejak-Nya. 

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Minggu, 25 Juni 2017
Penganiaya Orang Kristen 
Saulus dari Tarsus pertama kali muncui dalam Kisah Para Rasul sebagai salah seorang yang terlibat dalam perazaman Stefanus (Kis. 7:58) dan kemudian sehubungan dengan penganiayaan yang lebih hebat yang terjadi di Yerusalem (Kis. 8:15). Petrus, Stefanus, Filipus, dan Paulus memainkan peran penting dalam kitab Kisah Para Rasul karena mereka terlibat dalam peristiwa yang menyebabkan penyebaran iman Kristen di luar bangsa Yahudi. Stefanus khusus-nya berperan penting karena khotbah dan kematiannya tampaknya memiiiki pengaruh besar pada Saulus dari Tarsus.
Stefanus sendiri adalah seorang Yahudi yang berbahasa Yunani, dan salah satu dari tujuh diaken mula-mula (Kis. 6:36). Menurut Kisah Para Rasul, sekelompok orang Yahudi asing yang datang untuk tinggal di Yerusalem (Kis 6:9) bersoal Jawab dengan Stefanus mengenai isi dari khotbahnya tentang Yesus. Adalah mungkin, atau kemungkinan besar, Saulus dari Tarsus terlibat dalam perdebatan mi ini.
Baca Kis. 6:9-15. Apakah akibat yang terjadi pada Stefanus? Akibat tersebut mengingatkan Anda tentang apa? (Lihat juga Mat. 26:59-61.) 
Permusuhan sengit terhadap khotbah Stefanus tampaknya disebabkan oleh dua hal yang berbeda. Di satu sisi, Stefanus memicu kemarahan lawan-lawannya dengan tidak menempatkan kepentingan utama pada hukum Yahudi dan bait suci, yang telah menjadi titik fokus Yudaisme dan merupakan simbol utama agama dan identitas nasional. Tetapi Stefanus melakukan lebih daripada sekadar meremehkan dua lambang berharga tersebut; dengan penuh semangat ia menyatakan bahwa Yesus, Mesias yang disalibkan dan yang bangkit itu, merupakan pusat iman Yahudi sejati. 
Jadi tidak mengherankan bahwa Saulus marah, Saulus orang Farisi (Flp 3:3-6), yang semangatnya menentang orang Kristen mula-mula menunjukkan bahwa ia mungkin adalah anggota sayap Farisi yang militan dan keras, seorang yang penuh semangat revolusioner. Saulus melihat bahwa Janji-Janji nubuatan besar tentang Kerajaan Allah belum digenapi (Dan. 2; Za. 8: 23; Yes. 40-55) dan ia mungkin percaya bahwa menjadi tugasnyalah untuk membantu Tuhan mewujudkan hal itu---yang bisa dilakukan dengan cara membersihkan Israel dari penyelewengan agama, termasuk gagasan bahwa Yesus adalah Mesias. 
Karena yakin bahwa dia benar, Saulus berencana untuk menghukum mati orang yang dia pikir salah. Sementara kita memerlukan hasrat dan semangat untuk apa yang kita percaya, bagaimanakah kita belajar memperlembut semangat kita dengan kesadaran bahwa, suatu saat, mungkin saja kita salah?

Minggu, 25 Juni 2017

RENUNGAN PAGI

Minggu, 25 Juni 2017
Kematian yang Terhormat
"Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TU HAN" (Ulangan 34:5). 
Musa diperintahkan untuk mati. Petunjuk Allah adalah: "Naiklah ke atas pegunungan Abarim, ke atas gunung Nebo, yang di tanah Moab, di ten­tangan Yerikho, dan pandanglah tanah Kanaan yang Kuberikan kepada orang Israel menjadi miliknya, kemudian engkau akan mati di atas gunung yang akan kaunaiki itu" (Ul. 32:49, 50). 
Lagi pula Musa akan mati. Sebagai gantinya terlihat hingga berusia 120 ta­hun, ia mungkin dapat dilihat setelah berusia 130 atau 140 atau 150 tahun. Te­tapi akhirnya, seperti kepada semua keturunan Adam, ia akan jatuh di bawah keputusan Eden yang tidak dapat dibantah: "sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu" ( Kej. 3:19). 
Kesalahan Musa dalam menggantikan kekuatan iman di Horeb adalah sa­lah satu penyebab dia tidak diperbolehkan masuk ke Kanaan. Tetapi itu adalah kecenderungan berdosa sifat alaminya yang menjamin tempat terakhirnya de­ngan seluruh umat manusia di kuburan yang tenang. Rasa frustrasi terhadap bangsa itu mempercepat kematiannya dan mengubah strategi keluar Allah bagi dia. Tetapi kematiannya, seperti kepada seluruh umat manusia, tidak dapat di­elakkan. 
Yesus, yang adalah Musa kita yang lebih baik, juga mati. Meskipun harapan hidup di zaman-Nya singkat, Dia meninggal jauh lebih muda daripada orang dengan kesehatan yang sempurna seperti Dia. Dia, seperti yang Yesaya katakan, "ia terputus dari negeri orang-orang hidup" (Yes. 53:8). Dia meninggal bukan karena marah kepada orang yang untuknya Dia datang memberi keselamatan, tetapi menderita oleh kondisi mereka yang tidak berdaya. Dengan sukarela Dia "memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku ke­pada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mu­kaku ketika aku dinodai dan diludahf' (Yes. 50:6). Dia meninggal karena ditu­duh, diperlakukan dengan keji, memar, dan hati-Nya yang hancur karena peng­khianatan kita dan bukan karena kesalahan-Nya. Ketika Ia naik ke Bukit Golgo­ta, kepada-Nya tidak diberikan pandangan yang merangsang akan masa depan yang mulia atau janji akan bangkit dari kubur. 
 Frustrasi Musa karena ketidaktaatan Israel menghasilkan kematian yang wajib di Gunung Nebo. Penerimaan Kristus terhadap dosa-dosa kita mengha­silkan kematian-Nya secara sukarela di Gunung Golgota. Dan inilah alasan mengapa Ia memenuhi syarat sebagai Musa kita yang lebih baik.

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Sabtu, 24 Juni 2017
PAULUS: RASUL UNTUK BANGSA LAIN 
SABAT PETANG 
BACALAH UNTUK PELAJARAN PEKAN INI : KIS 6: 9-15; 9: 1-9, 1 Sam. 16:7; Mat. 7:1 Kis 11:19-21; 15:1-5. 
Ayat Hafalan: ”Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah, katanya: 'Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup’” (Kisah Para Rasul 11.18) 
Tidak sulit untuk memahami Saulus dari Tarsus juga dikenal sebagai rasul Paulus setelah penobatannya), dan mengapa ia melakukan apa yang ia lakukan. Sebagai seorang Yahudi yang taat, yang sepanjang hidupnya diajarkan tentang pentingnya hukum dan tentang kemerdekaan politik Israel yang tidak lama lagi akan terjadi, sukarlah baginya menyetujui ajaran bahwa Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu ternyata dibunuh secara memalukan sebagai penjahat ulung. 
Maka tidak heran, ia merasa yakin bahwa para pengikut Yesus tidak setia pada Hukum Taurat, dan dengan demikian, menghambat rencana Allah bagi Israel. Ajaran mereka bahwa Yesus yang disalibkan itu adalah Mesias dan bahwa la telah bangkit dari antara orang mati, diyakininya sebagai kemurtadan terhebat. Tidak akan ada toleransi untuk omong kosong seperti itu atau bagi siapa saja yang tidak mau meninggalkan gagasan-gagasan semacam itu. Saulus bertekad untuk menjadi agen Allah untuk membersihkan lsrael dari kepercayaan tersebut. Oleh karena itu, ia pertama kali muncul di halaman Alkitab sebagai penganiaya terhadap sesama orang Yahudi, yaitu mereka yang percaya bahwa Yesus adalah Mesias.
Namun, Allah memiliki rencana yang jauh berbeda untuk Saulus, rencana yang ia sendiri tidak pernah bayangkan: Orang Yahudi ini tidak hanya akan memberitakan Yesus sebagai Mesias, ia juga akan melakukan hal itu di antara bangsa-bangsa lain! 
* Pelajari pelajaran pekan ini untuk persiapan Sabat 1 Juli. 

BACAAN ALKITAB HARIAN

FOLLOW THE BIBLE

Yohanes 14:1-31 Rumah Bapa YOH 14:1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percaya juga kepada-Ku. YOH 14:2 Di rumah Bapa-...

LAGU FAVORIT