Sabtu, 17 Juni 2017

RENUNGAN PAGI

Sabtu,  17 Juni 2017 

Menderita Demi Kebenaran
“Bersungut-sungulah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: ‘Ah, sekiranya kami masih di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!
(Bilangan 14:2)
Hanya dia yang secara salah telah dituduh dan diejek oleh orang yang untuknya dia telah berkorban dengan memberikan bantuan yang dapat menghargai penderitaan Musa. Lagi dan lagi, ia yang paling lemah lembut dari antara manusia, mendapati dirinya menjadi objek murka  yang luar biasa dari mereka yang tidak tahu berterima kasih. Kebencian mereka atas disiplin yang baik dan kurangnya iman melebihi kebencian mereka terhadap perbudakan; mereka menganggap kerasnya kehidupan di Mesir lebih baik daripada hukuman mereka di padang gurun. Tuduhan mereka yang tidak adil dan kekasaran mereka yang terus menerus begitu berdampak kepada Musa sehingga ia mempertanyakan pemeliharan Allah dan bahkan nilai kehidupan itu sendiri. Dia tidak melakukan apa pun sehingga layak mendapat perlakuan seperti itu.
Namun, perlakuan kejam yang Musa alami hanyalah perkara kecil jika dibandingkan dengan kekejaman yang mematikan yang Yesus derita dari mereka yang untuknya Dia datang unutk memberi keselamatan. Nubuatan Yesaya bahwa “Ia dihina dan dihindari orang” (Yes 53:3) dengan gamblang digenapi  dalam kehidupan pengorbanan dan perbuatan kejam yang Dia jalani.  Sikap tidak hormat yang Dia alami dari mereka yang Dia tuntun dan beri makan, penghinaan yang ditumpuk kepada-Nya di gedung pengadilan Pilatus, pembelotan murid-murid-Nya pada masa krisis Golgota, dan serangan kematian yang mengikuti Dia di atas kayu salib itu tidak terkatakan sakitnya dan hinanya. Jawaban yang benar untuk pertanyaan Pilatus (“kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?”) Adalah “Tidak ada” – tidak ada sama sekali – namun berteriak, “Ia harus disalibkan!” (Mat. 27:23).
Ketika Dia memberi makan orang banyak dan menyembuhkan orang sakit, mereka meninggikan-Nya sebagai Raja. Tetapi ketika Dia mengarahkan  mereka kepada kebenaran, kesederhanaan, dan penghakiman, mereka membeci-Nya. Kasih tidak pernah begitu tidak berbalas, tidak pernah seorang pun yang begitu difitnah dan ditolak, dan kasih karunia tidak pernah begitu dibenci. Bukannya Dia datang untuk milik-Nya  sendiri dan milik-Nya sendiri tidak menerima Dia, mereka juga mencederai, menganiayanya, dan menghancurkan Dia – mereka mengambil nyawa-Nya.
Melakukan apa yang benar masih memikat penganiayaan. Kerajaan dan penduduknya masih menderita “tindakan kekerasan” (Mat. 11:12). Bagi warga kerajaan, penderitaan tidak bisa dihindari – penderitaan adalah pilihan iman “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu” (Mat. 6:10) mereka dan keyakinan yang kuat akan janji-Nya – “Setiap senjata yang ditempa terhadap engkau tidak akan berhasil” (Yes. 54:17).

Jumat, 16 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Selasa, 13 Juni 2017
Seribu Tahun Sama seperti Satu Hari
Dalam 2 Petrus 3:8-10, bagaimanakah Petrus menanggapi alasan yang dibawakan oleh pengejek-pengejek itu? Apakah yang dia katakan yang dapat menolong kita sekarang ini untuk memahami mengapa Kristus belum juga datang?Petrus menanggapi isu bahwa segala sesuatu tetap seperti semula. Ia mengingatkan pembaca suratnya bahwa tidaklah benar bahwa dunia tetap seperti semula sejak penciptaan. (Perhatikan bagaimana Petrus langsung kepada Firman Tuhan sebagai sumber dan otoritasnya.) Ketika terjadi kejahatan besar, kemudian Allah membinasakan dunia dengan Air Bah (2 Ptr. 3:6). Dan tentunya, Air Bah telah membawa perubahan besar pada dunia ini, apa yang kita miliki sekarang. Petrus kemudian mengatakan bahwa kebinasaan berikutnya akan terjadi dengan api, bukan air (2 Ptr. 3:10). 

Petrus juga menulis, “di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari” (2 Ptr. 3:8). Dengan mengatakan ini, Petrus boleh jadi sedang memikirkan perkataan Mazmur 90:4: “Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.” Dengan kata lain, konsep kita akan waktu berbeda dengan Tuhan; jadi, kita harus berhati-hati dalam pertimbangan yang kita buat mengenai waktu. 

Dari sudut pandang manusia, tampaknya ada penundaan dalam hal kembalinya Kristus. Tetapi kita memandang sesuatu hanya dari sudut pandang kita manusia. Dari sudut pandang Allah, itu bukan penundaan. Bahkan, Petrus mengatakan bahwa waktu tambahan telah diberikan karena Allah sedang menunjukkan kesabaran-Nya. Dia tidak menghendaki seorang pun binasa (2 Ptr. 3:9). Jadi, waktu tambahan itu diizinkan untuk memberikan kesempatan bagi orang banyak untuk bertobat. 

Namun demikian, Petrus memperingatkan, kesabaran Tuhan jangan dianggap menjadi kesempatan untuk menunda keputusan untuk mengikut Yesus. Hari Tuhan itu akan datang secara tiba-tiba seperti seorang pencuri di waktu malam. Seorang pencuri yang datang di waktu malam mungkin berpikir supaya tidak diketahui. Tetapi meskipun hari Tuhan itu akan datang seperti pencuri, hal itu pasti dapat diketahui. Sebagaimana yang Petrus katakan: “Langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api” (2 Ptr. 3:10). Dengan demikian, pekabaran Petrus sama seperti Paulus: “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu” (2 Kor. 6:2).

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Jumat, 16 Juni 2017
Pendalaman - Hari Tuhan
Pendalaman: Dari cara pandang kita, Kedatangan Kedua itu tampaknya seolah-olah sangat tertunda. Yesus tahu pasti bahwa kita akan merasa demikian, dan di dalam beberapa perumpamaan Dia memperingatkan terhadap apa yang dapat terjadi jika kita tidak berhati-hati dan berjaga-jaga di antara waktu ini. Lihatlah perumpamaan dua orang hamba dalam Matius 24:45-51, (disebutkan dalam pelajaran hari Rabu). Keduanya menunggu tuannya kembali. Tetapi mereka membuat dua kesimpulan yang berbeda mengenai kedatangannya. Yang satu memutuskan bahwa ia harus bersedia untuk kedatangan tuannya kapan saja. Yang lainnya berkata bahwa tuannya tidak datang-datang, dan oleh karena itu ia melihatnya sebagai suatu kesempatan berbuat yang jahat. “Karena kita tidak mengetahui saat kedatangan-Nya yang tepat, kita diperintahkan untuk berjagajaga. ‘Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang.’ Luk. 12:37. Mereka yang berjaga-jaga untuk kedatangan Tuhan tidaklah menunggu dalam keadaan berlengah-lengah. Pengharapan akan kedatangan Kristus hendaknya menjadikan manusia takut akan Allah, takut akan peng hukuman-Nya atas pelanggaran. Hal itu harus menyadarkan mereka terhadap dosa yang besar dalam hal menolak tawaran kemurahan-Nya. Mereka yang sedang menunggu Tuhan akan menyucikan jiwa mereka oleh penurutan akan kebenaran.”—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 6, hlm. 270.
Pertanyaan-pertanyaan untuk Didiskusikan:
1. Di UKSS, diskusikanlah jawaban Anda untuk pertanyaan hari Senin tentang Kedatangan Kedua. Dengan cara-cara apa saja kita menghadapi kenyataan bahwa Kristus belum juga datang? Apa yang kita dapat pelajari dari jawaban seorang dengan yang lain?
2. Pengajaran, praktik, dan keyakinan apakah yang kita pegang sebagai anggota gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang tidak berasal dari budaya atau pemikiran atau tradisi tetapi semata-mata dari Firman Allah?
3. Sebagaimana yang kita lihat selama pekan ini, Petrus menghubungkan kecenderungan berbuat berdosa dan hawa nafsu dengan ajaran sesat. Pelajaran itu memiliki pernyataan ini: “Bukanlah secara kebetulan saja bahwa keinginan berbuat dosa dapat menuntun orang kepada ajaran sesat.” Mengapakah hal itu tidak secara kebetulan saja? Apakah yang dapat menjadi berbagai hubungan antara keduanya?
4. Albert Einstein menyajikan kepada dunia gagasan yang menakjubkan bahwa waktu itu tidaklah mutlak. Artinya, tergantung di mana Anda berada dan seberapa cepat Anda bergerak, waktu dalam kerangka acuan Anda akan berbeda dengan waktu orang lain dalam kerangka acuan berbeda. Intinya adalah, waktu adalah sesuatu yang sangat misterius, dan hal itu bergerak dalam cara yang kita tidak pahami sepenuhnya. Bagaimanakah gagasan ini dapat menolong kita menyadari bahwa waktu Tuhan berbeda dengan waktu bagi kita, khususnya dalam konteks Kristus yang belum juga datang?

RENUNGAN PAGI

Jumat, 16 Juni 2017
Bahaya Kritikan
 
“Lalu kata Harun kepada Musa: ‘Ah tuanku, janganlah kiranya timpakan kepada kami dosa ini, yang kami perbuat dalam kebodohan kami”
(Bilangan 12:11).
 
Miriam, saudara perempuan Musa, dan Harun, saudaranya, melakukan sesuatu yang begitu sering terlihat dalam hubungan kita satu sama lain; mereka membiarkan frustasi berubah menjadi kritik yang tidak baik. Keluhan mereka dipermukaan adalah bahwa Musa, saudara Ibrani mereka, menikahi Zipora, seorang wanita Etiopia. Tetapi kejengkelan mereka yang lebih mendasar adalah karena keunggulan Musa sebagai juru bicara Allah. Mereka menunjukkan sikap sinis yang tidak bahagia sehubungan dengan kewenangan khususnya ketika mereka bertanya: “Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Buknkah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (Bil.12:2). Sebagai konsekuensi dari kejahatan mereka, Miriam dihukum Allah dengan kusta. Kondisinya pulih kembali setelah tujuh hari, tetapi itu hanya karena mereka mengaku kesalahan mereka dan Musa memohon kepada Allah untuk kesembuhannya.
 
Hukuman Allah kepada kerabat terdekat Musa seharusnya menegaskan kepada semua bahwa bukan kepada Musa keraguan itu mereka hadapkan dan keluhan itu mereka ajukan. Sementara masyarakat umum gagal belajar dari kejadian itu, Musa dan saudara-saudaranya menyadarinya. Bahkan, tidak lama setelah itu ketika umat itu mencela mereka dengan pahitnya karena tidak memberikan makanan yang mereka dambakan, Musa memasukkan Harun dan Miryam sebagai mitra penuh dalam kepemimpinan, menyatakan, “karena TUHAN telah mendengar sungut-sungutmu yang kamu sungut-sungutkan kepada-Nya – apalah kami ini? Bukan kepada kami sungut-sungutmu itu, tetapi kepada TUHAN” (Kel. 16:8).
 
Apakah para pemimpin kita selalu benar? Tidak. Dalam kemanusiaan mereka, mereka kadang-kadang berbuat salah. Bahkan kemudian, bagaimanapun, kita harus berhati-hati untuk menghormati pejabat untuk menjaga reputasi gereja  dan “yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (lihat Mat. 7:12).
 
Ada waktu dan tempat untuk kritik yang membangun terhadap menjalankan gereja dan yang menjalankannya, tetapi tidak pernah untuk disungutkan dan dikeluhkan. Kerusakan kepada jiwa  yang dilakukan oleh aktivitas seperti itu lebih berbahaya daripada kelemahan atau kesalahan yang ingin ditangani. Hati ini, ketika tergoda untuk menggerutu atau mengeluh, mengapakah tidak dengan berani dan dengan membantu untuk berbicara langsung kepada individu yang terlibat dan meminta kepada Tuhan roh yang positif? Sikap negative adalah penyakit mematikan, virus yang merusak; sikap optimis adalah kekuatan, kebahagiaan, kebajikan yang sehat.

Kamis, 15 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Kamis, 15 Juni 2017
Panggilan Terakhir
Petrus mengakhiri suratnya dengan tema yang telah ditanamkan dari awal: Hidup kudus dan waspada supaya jangan terseret ke dalam “kesesatan orangorang yang tak mengenal hukum” (2 Ptr. 3:17). 

Bacalah 2 Petrus 3:14-18. Kepada siapakah Petrus mengimbau, dan tentang apakah ia peringatkan dalam imbauannya ini?
Betapa menarik bahwa Petrus mengakhiri suratnya dengan membandingkan kepada tulisan “Paulus, saudara kita yang kekasih” (2 Ptr. 3:15). Paulus juga menulis mengenai perlunya hidup damai sementara menunggu kedatangan Yesus kedua, dan menggunakan waktu untuk mengembangkan kehidupan kudus (lihat Rm. 2: 4; Rm. 12:18; Flp. 2:12). 

Perhatikan juga cara Petrus menghubungkan kepada tulisan Paulus yang menunjukkan bahwa tulisan Paulus sangat dihargai di awal sejarah Kristen. Apakah Petrus menghubungkan ke seluruh kumpulan tulisan Paulus yang sekarang terdapat dalam Perjanjian baru atau tidak, atau hanya sebagian darinya, tidak dapat dipastikan. Namun, pendapat Petrus menunjukkan bahwa suratsurat Paulus sangat dihargai. 

Akhirnya, Petrus berpendapat bahwa tulisan Paulus dapat di salah tafsirkan, sebagaimana tulisan Kitab Suci yang lain. Kata Yunani grafa secara harfiah berarti “tulisan,” tetapi dalam konteks ini dengan jelas berarti “tulisan suci,” seperti kitab Musa dan nabi-nabi. Di sinilah bukti yang sangat awal bahwa tulisan-tulisan Paulus telah dianggap memiliki otoritas, sebagaimana otoritas yang dimiliki oleh Kitab Suci bahasa Ibrani [Perjanjian Lama].

Dan mengingat apa yang kita telah baca sebelumnya mengenai guru-guru palsu yang menjanjikan kebebasan, tidaklah sulit untuk membayangkan mereka yang menggunakan tulisan-tulisan Paulus mengenai kebebasan dan kasih karunia sebagai alasan untuk perilaku berdosa. Paulus sangat menekankan pembenaran oleh iman saja (Rm. 3:21, 22), tetapi tidak ada dalam tulisantulisannya mengizinkan orang untuk berbuat dosa (lihat Roma 6:1-14). Paulus sendiri harus menghadapi kesalahan ini dalam hal apa yang telah dia khotbahkan dan ajarkan tentang pembenaran oleh iman. Namun, Petrus memperingatkan, mereka yang memutarbalikkan tulisannya melakukannya berisiko “menjadi kebinasaan mereka sendiri” (2 Ptr. 3:16). 

Pilihan-pilihan apakah yang Anda dapat buat sekarang yang dapat menolong Anda untuk menghidupkan sifat kehidupan yang kita telah dipanggil untuk hidupkan di dalam Kristus Yesus? 

PELAJARAN ALKITAB

PELAJARAN 4


KRISTUS SANG MESIAS & SIFAT DASARNYA

Mengulangi:  Pelajaran Sebelumnya, kita telah belajar bahwa Allah adalah kasih dan kasih-Nya memberikan kebebasan untuk memilih.
PENDAHULUAN: Dalam pelajaran ini kita akan mempelajari bagaimana Allah menunjukkan kasih itu melalui Anak-Nya dan Siapa sebenarnya anak Allah itu. Mari kita mulai dengan nubuatan yang menunjukkan kepada kita bahwa Yesus Kristus adalah Mesias.
KM-1      Seorang juru kabar akan mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias. Maleakhi 3:1. Digenapi
KM-2      Dia akan lahir di Bethlehem. Mikha 5:2 Digenapi dalam Luk 2:1-7
KM-3      Dikhianati oleh sahabatnya dan menderita luka ditangan-nya Zakharia 13:6. Digenapi dalam Mat 26:47-50 & Luk 23:33, Yoh 20:20
KM-4      Dikhianati untuk 30 keping perak Zakh 11:12. Digenapi Mat 27:3-9
KM-5      Akan memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor keledai Zakh 9:9. Digenapi Matt 21:5
KM-6     Uang pengkhianatan digunakan untuk membayar tanah tukang periuk Zakh 11:13 Digenapi Matt 27:3-9
KM-7      Mesias tidak membuka mulutnya ketika Dia menderita Yes 53:7. Digenapi Yoh 1:29; Kisah 8:32-35
KM-8      Meninggal dengan tangan dan kaki tertembus (tidak dilontari dengan batu sebagaimana kebiasaan bangsa Israel atau kematian pada umumnya.) Mazmur 22:17. Digenapi Luk 23:33, 24:39
KM-9      Dalam hukum kemungkinan, seseorang bisa mencabut angkat 1 sebanyak 8 kali berturut-turut terjadi dalam perbandingan 1:100,000,000,000,000,000 orang. TETAPI ada banyak bahkan masih banyak lagi. Disini hanya sebagian kecil. Dia akan berasal dari suku Yehuda. Kejadian 49:8-10. Digenapi Lukas 1:30-32
KM-10     Dilahirkan dari seorang perawan. Yes 7:14. Digenapi Mat 1:23
KM-11     Pakaian-Nya dibagi-bagi, undi dibuang untuk jubah-Nya. Maz 22:18. Digenapi Matt 27:35
KM-12     Jadi sekarang kita telah membuktikan keabsahan dari Yesus sebagai Mesias, siapa sebenarnya Dia? Immanuel. Matt 1:23
KM-13     Firman Allah, Firman yang menjadi manusia. Yoh 1:1, 14
KM-14     Dia telah ada bersama dengan Bapa sebelum dasar dunia diletakkan. Yoh 17:5, 24
KM-15     Dia telah ada sebelumnya. Yoh 8:58
KM-16     AKU ADALAH AKU adalah Nama ALLAH. Keluaran 3:14
KM-17     Yesus mengampuni doa. Hanya Allah yang bisa melakukannya. Luk 5:20-24
KM-18     Bapa memanggil Yesus Allah. Ibr 1:5-9
KM-19     Yesus kekal selamanya. Yes 9:6, Mikah 5:2
KM-20     Yang Awal dan Akhir dengan memegang kunci maut. Rev 1:18
KM-21     Yesus abadi. 1 Tim 6:15, 16
KM-22     Yesus menanggalkan keIlahian-Nya (omni-presence) dan menjadi Juruslamat kita dalam rupa manusia. Fil 2:5-12
KM-23     Dia dicobai seperti kita. Fil 2:5-7.

Yesus adalah Mesias. Dan Mesias datang untuk menebus kita karena Dia sangat mengasihi kita. Kita akan memahami lebih jauh lagi tentang Yesus melalui Pelajaran Alkitab seperti ini.
SEKILAS:  Pelajaran Selanjutnya kita akan melihat kepada siapakah Allah dan bagaimana kita menjelaskan SATU Allah tetapi keduanya Allah Bapa dan Anak adalah Ilahi?

Download Pdf




RENUNGAN PAGI

Kamis, 15 Juni 2017
Memaniskan Air Pahit
 
“Musa berseru kepada TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air, lalu air itu menjadi manis. Di sanalah diberikan TUHAN ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN mencoba mereka “
(Keluaran 15:25).
 
Mara adalah ujian pertama bangsa Israel setelah melewati kelepasan Laut Merah dan pencobaan pertama Musa sebagai pemimpin umat yang baru dilepaskan. Mereka telah melakukan perjalanan selama tiga hari masuk ke padang gurun Syur dengan gembira bernyanyi dan menari sementara mereka merayakan kebebasan mereka.
 
Tetapi kegembiraan itu segera memberi jalan kepada perasaan takut dan frustasi – mereka tidak punya air. Mereka yang dengan aman dituntun menyeberang Laut Merah kini akan mati kehausan. Apakah mukjizat yang mereka baru saja saksikan semua merupakan  kebetulan  atau keberuntungan sementara? Apakah ini hanya sebahagian dari sejumlah tipuan kejam untuk menaikkan harapan mereka  dan kemudian meninggalkan mereka untuk binasa karena kehausan? Itu tidak masuk akal – jika Tuhan bisa membelah  Laut Merah, mengapakah Dia tidak bisa memberikan mereka air minum?
 
Bayangkan kelegaan mereka ketika mereka melihat aliran air di Mara dan kemudian mereka marah karena khawatir setelah menemukan bahwa airnya bukan hanya sangat pahit, tetapi juga terkontaminasi. Dan siapakah yang mereka salahkan? Musa, pemimpin mereka yang tampaknya menderita apa yang semua para pemimpin Allah akhirnya alami, dituduh dan disalahkan atas keadaan dan peristiwa yang atasnya mereka sama sekali tidak punya kendali.
 
Tetapi meski Musa tidak punya kendali atas kondisi ini, Tuhan punya. Dia menggunakan jalan buntu untuk menyediakan bagi umat itu bukti nyata akan kuasa-Nya dan kebutuhan mereka untuk bergantung kepada-Nya. Allah menyampaikan kepada Musa untuk membuang cabang dari pohon yang dipilih ke dalam sungai. Segera air itu menjadi bening dan manis dan umat itu memuaskan rasa dahaga mereka.
 
Yesus adalah cabang (Za. 3:8; 6:12) kebajikan yang menyembuhkan, mempermanis semua hari kita yang pahit, memberi nilai kepada keberadaan kita. Musa tidak memiliki suatu kekuatan yang bisa mengubah rasa air di Mara itu. Dia baru menggunakan alat (dia sendiri symbol dari Tuhan kita) untuk membawa kelepasan kepada umat-Nya.
 
Yesus tidak melemparkan dirinya sendiri tanpa berpikir ke dunia kita; Dia dengan sukarela – dengan bebas, dengan senang hati, dan dengan mengorbankan hidup-Nya. Inilah yang membedakan Dia sebagai cabang pembebas yang lebih besar – cabang kita yang berlimpah, Musa kita yang lebih indah, lebih pemurah Musa yang lebih baik.

RENUNGAN PAGI

Kamis, 15 Juni 2017
Memaniskan Air Pahit
 
“Musa berseru kepada TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air, lalu air itu menjadi manis. Di sanalah diberikan TUHAN ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN mencoba mereka “
(Keluaran 15:25).
 
Mara adalah ujian pertama bangsa Israel setelah melewati kelepasan Laut Merah dan pencobaan pertama Musa sebagai pemimpin umat yang baru dilepaskan. Mereka telah melakukan perjalanan selama tiga hari masuk ke padang gurun Syur dengan gembira bernyanyi dan menari sementara mereka merayakan kebebasan mereka.
 
Tetapi kegembiraan itu segera memberi jalan kepada perasaan takut dan frustasi – mereka tidak punya air. Mereka yang dengan aman dituntun menyeberang Laut Merah kini akan mati kehausan. Apakah mukjizat yang mereka baru saja saksikan semua merupakan  kebetulan  atau keberuntungan sementara? Apakah ini hanya sebahagian dari sejumlah tipuan kejam untuk menaikkan harapan mereka  dan kemudian meninggalkan mereka untuk binasa karena kehausan? Itu tidak masuk akal – jika Tuhan bisa membelah  Laut Merah, mengapakah Dia tidak bisa memberikan mereka air minum?
 
Bayangkan kelegaan mereka ketika mereka melihat aliran air di Mara dan kemudian mereka marah karena khawatir setelah menemukan bahwa airnya bukan hanya sangat pahit, tetapi juga terkontaminasi. Dan siapakah yang mereka salahkan? Musa, pemimpin mereka yang tampaknya menderita apa yang semua para pemimpin Allah akhirnya alami, dituduh dan disalahkan atas keadaan dan peristiwa yang atasnya mereka sama sekali tidak punya kendali.
 
Tetapi meski Musa tidak punya kendali atas kondisi ini, Tuhan punya. Dia menggunakan jalan buntu untuk menyediakan bagi umat itu bukti nyata akan kuasa-Nya dan kebutuhan mereka untuk bergantung kepada-Nya. Allah menyampaikan kepada Musa untuk membuang cabang dari pohon yang dipilih ke dalam sungai. Segera air itu menjadi bening dan manis dan umat itu memuaskan rasa dahaga mereka.
 
Yesus adalah cabang (Za. 3:8; 6:12) kebajikan yang menyembuhkan, mempermanis semua hari kita yang pahit, memberi nilai kepada keberadaan kita. Musa tidak memiliki suatu kekuatan yang bisa mengubah rasa air di Mara itu. Dia baru menggunakan alat (dia sendiri symbol dari Tuhan kita) untuk membawa kelepasan kepada umat-Nya.
 
Yesus tidak melemparkan dirinya sendiri tanpa berpikir ke dunia kita; Dia dengan sukarela – dengan bebas, dengan senang hati, dan dengan mengorbankan hidup-Nya. Inilah yang membedakan Dia sebagai cabang pembebas yang lebih besar – cabang kita yang berlimpah, Musa kita yang lebih indah, lebih pemurah Musa yang lebih baik.

Rabu, 14 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Rabu, 14 Juni 2017
Jadi Bagaimana?
Seorang pemuda mencoba untuk bersaksi kepada ibunya. Dia bercerita mengenai kematian Yesus dan janji kedatangan-Nya. Dia cukup bangga dengan dirinya, berpikir bahwa ia telah melakukan tugasnya dengan cukup fasih. Ketika dia selesai dengan khotbah pendek tentang Yesus dan Kedatangan Kedua, ibunya memandang kepadanya dan berkata: “Jadi, aku harus bagaimana sekarang?” 

Bacalah 2 Petrus 3:11-13. Bagaimanakah Petrus menjawab pertanyaan itu, “Jadi, aku harus bagaimana sekarang?” Lihat Mat. 24:43-51. 

Sebagaimana kita telah katakan, nama gereja kita Masehi Advent Hari Ketujuh mengungkapkan keyakinan kita pada realitas kedatangan Kristus. Pengajaran itu sangat mendasar; iman Kekristenan kita seluruhnya menjadi sia-sia tanpa kedatangan Kristus dan semua janji dari pengajaran itu. 

Tetapi apakah kita tidak dalam bahaya menjadi seperti hamba yang jahat dalam perumpamaan Matius 24:43-51? Kita mungkin tidak melakukan jenis kejahatan tertentu yang digambarkan dalam perumpamaan itu, namun bukan itu maksudnya (kisah itu, bagaimanapun, hanya sebuah perumpamaan). Sebaliknya, apa yang diperingatkan oleh perumpamaan itu adalah akan lebih mudah menurunkan standar kita, khususnya yang berhubungan dengan bagaimana kita memperlakukan orang lain, dan menjadi lebih serupa dunia ini dan berkurang setia pada keyakinan kita akan kedatangan Tuhan itu. 

Tentunya, apakah sekarang atau di waktu yang akan datang kita akan menghadapi mereka yang, dengan bagan-bagannya dan perhitungan-perhitungan nubuatannya, mengaku telah memiliki tanggal kedatangan Kristus. Tetapi sebagian besar yang dihadapi orang Advent bukan karena mereka telah menentukan tangal kedatangan Kristus yang segera. Sebaliknya, bahayanya adalah dengan berlalunya waktu, peranan janji Kedatangan Kedua mulai kurang dalam pikiran kita. 

Benar, semakin lama, kita semakin dekat kepada Kedatangan Kedua. Di sisi lain, semakin lama kita di sini, semakin mudah bagi kita untuk membayangkan kedatangan-Nya masih jauh sekali sehingga hal itu benar-benar tidak berdampak pada kehidupan kita sehari-hari. Kitab Suci memperingatkan terhadap sifat merasa puas ini. Sebagaimana yang Petrus katakan, jikalau Yesus akan datang, dan kita akan menghadapi penghakiman, orang Kristen haruslah menghidupkan kehidupan yang suci dan saleh (2 Ptr. 3:11). Realitas Kedatangan Kedua itu, kapan pun itu terjadi, haruslah berdampak pada bagaimana kita hidup sekarang ini. 

Seberapa besar realitas Kedatangan Kedua memengaruhimu dalam kehidupan dan pikiranmu setiap hari? Apakah, jika ada, yang jawabanmu katakan kepadamu mengenai kehidupan dan imanmu?

RENUNGAN PAGI

Rabu, 14 Juni 2017
Jangan Kita Lupa
 
“Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguatkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu”
(Keluaran 14:21).
 
Tidak ada yang lebih menguatkan keyakinan seperti kesuksesan. Bukti tuntunan Allah sebelum keadaan darurat sangat penting untuk menunjukkan  jaminan. Putusan bangsa Israel setelah mukjizat di Laut Merah adalah bahwa Allah itu Mahakuasa, dan Musa adalah utusan khusus-Nya. Dalam 20 ayat pertama  Keluaran pasal 15 Alkitab mencatat sukacita dan pujian bangsa itu yang besar. Tetapi kemudian dua ayat  berikutnya gambaran awal dari 40 tahun pengalaman pahit yang terjadi. Di sini, seperti catatan Alkitab,  mereka dihadapkan pada ujian pertama “setelah – pembebasan”,  mereka menyerah kepada keragu-raguan dan kekecewaan, dan “bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka:  ‘Apakah yang akan kami minum?” (Ayat 24).
 
Betapa cepat mereka lupa, dan, seperti mereka, betapa cepat kita  lupa! Seperti bangsa Israel kuno, kita juga sering bersalah “berlindung dalam lubang perlindungan agama” – berseru untuk meminta pertolongan saat kesusahan, tetapi tergelincir kembai  dalam pola kita yang biasa dengan semangat yang lesu ketika krisis mereda.
 
Ada beberapa cara untuk memerangi ingatan jangka pendek kita kepada kemurahan Allah. Salah satunya adalah mempelajari setiap hari Firman-Nya. Alkitab adalah, sebanyak yang lainnya, catatan kuasa Allah yang ditunjukkan dalam kehidupan orang lain. Kita dikuatkan dan dibuat mengerti oleh contoh-contoh ini.
 
Cara yang lain dengan memelihara catatan harian doa yang terjawab. Mengingat kebaikan Tuhan kepada kita secara pribadi adalah rangsangan utama untuk beriman.
 
Cara ketiga untuk mengembangkan dan mempertahankan iman dengan menyampaikan kepada orang lain kebaikan Tuhan. Pengulangan pemeliharaan-Nya memperdalam kesan mereka pada pikiran kita dan (sangat penting) melayakkan kita untuk dimasukkan ke dalam buku terutama untuk mereka yang sering berbicara dalam nama-Nya (Mal.3:16).
 
Musa bertahan dari pengkhianatan dan keluhan dari mereka yang telah dia pimpin keluar dari perbudakan; Yesus tidak membiarkan permusuhan banyak orang yang Dia telah sembuhkan dari penyakit dan keputusan tanpa pengharapan menang. Tetapi Iman-Nya bertahan dan demikian juga kita jika kita membaca Firman-Nya, ingatan kebaikan-Nya, dan bagaikan kabar baik itu kepada orang lain.

Selasa, 13 Juni 2017

RENUNGAN PAGI

Selasa, 13 Juni 2017
Tuhan Keteraturan
 
“Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir
(Keluaran 13:18).
 
Alkitab versi New King James Version  menafsirkan  ayat kita hari ini demikian “ Dan orang Israel berangkat dengan barisan yang teratur keluar dari tanah Mesir” Bahasa Revised Standard bahkan lebih jelas lagi – ia menyebutkan: “Dan orang-orang Israel pergi ke luar dari tanah Mesir dengan kesiapan untuk pertempuran.”
 
Apa yang jelas dari sini dan dari terjemahan lainnya yang lebih modern dari King James Version yang asli yakni bahwa ketika Musa memimpin mereka keluar dari Mesir, mereka tidak hanya dilengkapi dengan baik untuk perjalanan mereka, mereka juga terorganisasi dengan baik.
 
Hal ini seharusnya tidak mengejutkan kita. Meskipun ia telah 40 tahun berhenti dari pelatihan militernya yang ketat, Musa tetap bertahan untuk merencanakannya dengan rinci dan melaksanakannya dengan tepat. Hal ini terlihat dalam seluruh kitab Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Jelas arah yang dia berikan kepada suku-suku mengenai perilaku mereka dalam perjalanan, strategi pertempuran yang ia sampaikan, hukum yang terperinci untuk menegakkan keadilan, dan banyaknya aturan kesehatan dan pakaian dan kehidupan keluarga secara umum yang ia tawarkan semua menunjukkan pemikiran sangat terorganisir dan disiplin.
 
Allah sendiri adalah sama; Alam (dengan musimnya yang teratur) bekerja dalam irama yang dapat diprediksi dan dengan hukum yang tidak dapat diubah. Dan ketika Yesus berada di bumi. Dia menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap rincian: Mengumpulkan sisa-sisa makanan setelah mukjizat memberi makan, pengaturan-Nya untuk pelayanan murid-murid-Nya yang berdua-duaan dan tujuh orang, kebangkitan-Nya dari kubur pada hari ketiga seperti yang Dia telah diprediksi, dan sebelum Dia keluar dari kubur  dengan cermat Dia melipat kain yang menyelimuti tubuh-Nya. Mengenai peristiwa ini, inspirasi mencatat: “Baju kubur itu bukannya dilemparkan ke sisi dengan sembrono saja, melainkan dilipat baik-baik, masing-masing ditempatnya sendiri.” (Alfa dan Omega, jld.6,  hlm 443).
 

Malaikat kemuliaan bekerja dengan presisi seperti itu karena mereka datang dan pergi melalui gerbang surga, mereka menunjukkan “kartu emas” “kepada para malaikat yang ada di gerbang kota” (Early Writings, hlm. 37, 39). Kita, yang diharapkan akan masuk melalui pintu gerbang masuk ke dalam kota pada waktu kedatangan-Nya kembali, harus mempersiapkan kerja sama kita dengan mereka, dengan mendekati teladan keteraturan mereka sekarang.

Senin, 12 Juni 2017

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Senin, 12 Juni 2017
Pengejek-pengejek
Setelah berusaha membuat pembacanya “mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu “(2 Ptr. 3:2), Petrus tiba pada peringatannya yang khusus. Barangkali, memahami betapa berbahaya jadinya ajaran ini, ia berusaha memberikan kesan dengan otoritas mana dia menuliskan suratnya.
Bacalah 2 Petrus 3:3, 4. Alasan apakah yang oleh para skeptis [orang yang ragu-ragu] akan kedatangan Kristus akan ajukan?
Ada suatu persamaan penting antara mereka yang mendukung kebebasan palsu dan mereka yang menunjukkan keragu-raguan akan Kedatangan Kedua. 
Kelompok yang pertama hidup “menuruti hawa nafsunya karena ingin mencemarkan diri” (2 Ptr. 2:10); sementara itu, mereka yang menyangkal kedatangan Kristus adalah mereka yang “hidup menuruti hawa nafsunya” (2 Ptr. 3:3).
(Bukanlah secara kebetulan saja bahwa keinginan berbuat dosa dapat menuntun orang kepada ajaran sesat, bukan?)
Pengejek-pengejek, dia peringatkan, akan menanyakan pertanyaan yang tajam, “Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu?” (2 Ptr. 3:4). Dengan demikian, mereka akan menantang keyakinan orang Kristen yang sudah lama bahwa Yesus akan kembali ke dunia ini, dan segera. Akhirnya, khususnya karena ia sedang membicarakan mengenai hari-hari terakhir, pengejek-pengejek ini akan mengangkat realitas yang tidak dapat dibantah bahwa banyak orang Kristen telah meninggal, dan segala sesuatu tetap seperti semula.
Di permukaan, itu bukanlah pertanyaan yang tidak masuk akal. Sedangkan Henokh yang hidup kudus, tulis Ellen G. White, melihat bahwa orang benar dan orang jahat “akan bersama-sama kembali ke tanah, dan inilah kesudahan mereka” (Alfa dan Omega, jld. 1, hlm. 89), dan dia susah karena hal itu. Jikalau Henokh pun, yang hidup sebelum Air Bah, bergumul dengan pertanyaan ini, bagaimanakah akan lebih banyak lagi dengan mereka yang hidup ribuan tahun sesudah itu, dan bahkan menjelang “hari-hari terakhir”?
Dan bagaimana dengan kita sekarang ini, sebagai umat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh? Nama gereja kita mengangkat gagasan kedatangan Kristus yang kedua. Namun, Dia masih belum datang. Dan benar, kita juga menghadapi pengejek-pengejek, sebagaimana yang Petrus telah ramalkan demikian.
Di dalam pengalaman imanmu sendiri, bagaimanakah Anda menghadapi kenyataan bahwa Kristus belum juga datang? Bawalah jawaban Anda ke UKSS pada hari Sabat.

RENUNGAN PAGI

Senin, 12 Juni 2017
Sisi Lain Kebenaran
 
“Tetapi tiap-tiap perempuan harus meminta dari tetangganya dan dari perempuan yang tinggal di  rumahnya, barang-barang perak dan emas dan kain-kain, yang akan kamu kenakan kepada anak-anakmu laki-laki dan perempuan; demikianlah kamu akan merampasi orang Mesir itu”
(Keluaran 3:22).
 
Allah menetapkan agar  bangsa Israel yang meninggalkan Mesir, mereka harus membawa barang-barang material yang dalam beberapa ukuran membayar upah pekerjaan yang mereka telah dipaksa untuk lakukan. Penjajah mereka telah sangat diperkaya oleh pekerjaan perbudakan mereka, dan tidak salah bagi  mereka untuk menuntut kompensasi dari pekerjaan mereka tidak diupah. Prinsip restitusi ini jelas termasuk dalam hukum sosial yang Musa kemudian tulis. Undang-undang ini jelas mengatur seluruh kode sipil Israel diperlukan untuk keadilan dalam hal distribusi material tidak hanya untuk bangsa Israel itu sendiri tetapi juga untuk orang asing yang ada di gerbang mereka (Kel. 22: 1-15; Im. 25).
 
Allah kita adalah Allah yang adil yang kebenaran-Nya berulang kali dijelaskan dalam Alkitab sebagai kasih sayang dan kepedulian kepada yang kurang beruntung. Salah satu pertunjukkan yang paling jelas mengenai  kepedulian sosial-Nya adalah perhatian yang Dia berikan, ketika berada di bumi, untuk wanita – tingkatan manusia yang dipandang sebagai yang sedikit lebih tinggi dari sekedar harta. Dia sering membuat wanita menjadi subjek perumpamaan-Nya dan objek dari mukjizat-Nya. Bahkan, Dia melibatkan mereka dalam usaha  pekerjaan penginjilan-Nya (Lukas 8:1-3). Dengan cara ini, sangat radikal pada zaman-Nya, Dia memudarkan pemahaman sosial pada zaman-Nya dan menanam bibit kesetaraan gender, yang bahkan sekarang kita menghormatinya dengan baik.
 
Perhatian Yesus bagi mereka yang kurang beruntung dari segala klasifikasi dengan tajam terpusat dalam kata-kata-Nya sendiri: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk. 4: 18, 19).
 
Pelayanan Kristus ditujukan bukan hanya keprihatinan secara vertical terhadap kesalehan individual, tetapi juga kekhawatiran secara horizontal terhadap keadilan social. Jika kita ingin benar-benar mencerminkan karakter-Nya, kita juga harus demikian.

Minggu, 11 Juni 2017

RENUNGAN PAGI

Minggu, 11 Juni 2017
 Melakukan Yang Mustahil
 
“Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras membuat laut itu menjadi tanah kering, maka terbelahlah air itu”
(Keluaran 14:21)
 
Membelah Laut Merah adalah pertunjukkan kuasa  Allah yang tak tertandingi dalam seluruh sejarah bangsa Israel. Dalam hal kegembiraan dan pertunjukkan kekuatan Allah, tidak ada dalam sejarah Israel sebelum atau yang kemudian yang setara pelarian mereka dari tentara Mesir. Bahkan menyebrangi sungai Yordan, yang menyelesaikan perjalanan mereka masuk ke Kanaan, gagal menyamai dramatisnya.
 
Konsekuensi merupakan akhir bagi bangsa Israel yang juga fatal bagi Firaun. Akhir dalam hal ini menandai kelahiran Israel sebagai sebuah bangsa yang tidak pernah kembali ke perbudakan Mesir, berakibat fatal karena melibatkan pembantaian bagi orang Mesir terbaik – tentara yang begitu kejam menindas mereka.
 
Kita kadang-kadang dihadapkan dengan pengalaman Laut Merah sebagai sesuatu yang tampaknya tidak dapat dihadapi – saat ketika kita merasakan lautan kesulitan dihadapan kita sementara musuh , kekuatan yang lebih unggul ada di belakang kita – dengan kata lain, kesulitan yang darinya kelihatan tidak mungkin untuk melarikan diri. Tetapi jika kita sensitive secara rohani, kita segera menemukan bahwa “keadaan kita yang ekstrem adalah kesempatan bagi Tuhan,” bahwa “Tuhan akan membuat jalan entah bagaimana caranya,” bahwa Dia akan membuang hambatan juga, jika Dia menganggap pencobaan itu baik untuk kita, memberi kita kekuatan untuk bertahan. Kedua cara, dengan izin-Nya kita akan memperoleh kekuatan rohani yang sangat  penting untuk keberhasilan kita dalam menghadapi musuh jiwa kita, dan bahwa (secara manusia) melakukan sesuatu yang mustahil.
 
Lebih sering daripada yang kita ketahui, Dia telah menjawab sebelum kita memanggil. Lebih sering daripada yang kita sadari , Dia telah mengarahkan kita melalui dan menghindari bahaya yang kita tidak sadari, dan lebih banyak  dari pada ucapan syukur kita kepada-Nya, Dia telah membelah lautan kesulitan dan membawa kita melalui tanah yang kering.
 

Ketika kita berdiri di kemenangan terakhir  dihadapan  laut kaca, sukacita kita yang terbesar, paling megah, dan yang paling mulia tidak pada fakta-fakta kelepasan fisik, keungan, dan social yang kita telah alami; tetapi pada kelepasan rohani kita dari kerajaan kegelapan oleh kerajaan kasih karunia ke dalam kerajaan kemuliaan – semua dilakukan oleh Yesus Kristus, pemimpin kita yang gagah berani, berkat kita, Musa yang lebih baik.
 

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Minggu, 11 Juni 2017
Garis Kewenangan
Petrus memperingatkan pembacanya mengenai sifat ajaran-ajaran berbahaya yang gereja akan hadapi. Dia memperingatkan terhadap mereka yang, ketika menjanjikan kebebasan, akan menuntun orang kembali kepada perhambaan dosa, lawan dari kemerdekaan yang telah dijanjikan kepada kita di dalam Kristus. 

Sayangnya, bukan hal ini saja ajaran sesat yang akan menghantam gereja. Suatu bahaya lain akan terjadi. Namun, sebelum Petrus tiba pada peringatan hal ini secara khusus, dia mengatakan hal yang lain dulu. 

“Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan, supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu. (2 Ptr. 3:1-2). 

Apakah inti yang Petrus buat di sini mengenai mengapa pembacanya harus memperhatikan pada apa yang ditulisnya? Lihat juga Yohanes 21:15-17. 

Dalam 2 Petrus 3:1, 2, Petrus mengingatkan mereka akan perkataan yang diinspirasikan yang telah datang dahulu melalui “nabi-nabi kudus.” Dengan demikian, dia sekali lagi mengarahkan mereka untuk kembali ke Kitab Suci, ke Perjanjian Lama. Ia memperingatkan mereka bahwa mereka supaya “diteguhkan oleh firman” (2 Ptr. 1:19). Dia mau agar jelas bahwa keyakinan mereka didasarkan pada Firman Allah. Tidak ada di dalam Perjanjian Baru membenarkan pendapat bahwa Perjanjian Lama itu tidak lagi mengikat atau kurang penting. Sebaliknya, Perjanjian Baru adalah kesaksian akan Perjanjian Lama yang menolong untuk meletakkan dasar keabsahan akan Perjanjian Baru dan pernyataan yang Petrus buat mengenai Yesus. 

Namun masih ada lagi. Petrus kemudian menekankan garis yang jelas dari “nabi-nabi kudus” Perjanjian Lama kepada kewenangannya sendiri sebagai seorang dari “rasul-rasul Tuhan dan Juruselamat.” Ia yakin sepenuhnya mengenai panggilan yang diterimanya dari Tuhan untuk melakukan apa yang sedang ia lakukan. Tidak heran bila dia berbicara dengan suatu keyakinan dan kepastian. Dia tahu sumber pekabarannya. 

Mengapakah Firman Tuhan itu yang harus, dan bukan budaya atau pertimbangan atau pemikiran kita sendiri, menjadi penguasa utama di dalam kehidupan kita? (Bagaimanapun, mengapakah kita juga memelihara Sabat Hari Ketujuh kalau bukan karena itu adalah Firman Allah?) 

PELAJARAN SEKOLAH SABAT

Sabtu, 10 Juni 2017
Hari Tuhan
SABAT PETANG
Untuk Pelajaran Pekan Ini, Bacalah: 2 Ptr. 3:1, 2; Yoh. 21:15– 17; 2 Ptr. 3:3–13; MzM. 90:4; Mat. 24:43–51; 2 Ptr. 3:14–18. 

Ayat Hafalan: “Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup” (2 Petrus 3:11).

Di masa lalu orang yang tidak percaya pada Tuhan dipandang sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, bahkan kemungkinan orang yang berbahaya. Mengapa? Idenya sederhana: Jika mereka tidak percaya pada Tuhan, maka mereka tidak percaya pada penghakiman yang akan datang di mana mereka harus bertanggung jawab di hadapan-Nya akan perbuatanperbuatan mereka. Tanpa motivasi penghakiman ini, orang akan memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan kesalahan.

Meskipun pemikiran seperti itu agaknya kolot (dan “secara politik tidak tepat”) sekarang ini, seseorang tidak dapat menyangkal logika dan alasan di balik hal itu. Tentu saja, banyak orang yang melakukan yang benar bukan karena takut pada penghakiman yang akan datang. Sedangkan, pengharapan untuk bertanggung jawab kepada Allah pastilah dapat menolong memotivasi perilaku yang benar.

Sebagaimana yang kita telah lihat, Petrus tidak takut memperingatkan tentang penghakiman yang akan dihadapi oleh orang-orang yang berbuat jahat di hadapan Allah, karena Alkitab sangat jelas bahwa penghakiman itu akan terjadi. Dalam konteks ini, Petrus berbicara dengan jelas tentang hari-hari terakhir, penghakiman, kedatangan Yesus yang kedua, dan waktu ketika “unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api” (2 Ptr. 3:10). Petrus tahu bahwa kita semua adalah orang berdosa, dan dengan demikian, dengan pandangan demikian di hadapan kita, dia bertanya: “betapa suci dan salehnya kamu harus hidup” (2 Ptr. 3:11).

*Pelajari pelajaran pekan ini untuk persiapan Sabat, 17 Juni. 

RENUNGAN PAGI

Sabat, 10  Juni  2017
 
Permulaan Yang Tenang
 
“Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya”
(Lukas 2:40).
 
Latar belakang masa kecil Yusuf dan David (keduanya anak gembala) dan Elisa (anak seorang petani) menyatakan dengan jelas manfaat yang mereka peroleh dari lingkungan yang tenang (alam) terhadap perkembangan awal  karakter mereka. Dalam menjelaskan tinggalnya Musa selama 40 tahun di Mesir, Musa diajari hukum kekerasan dan begitu kuat ajaran ini melekat pada tabiatnya sehingga ia memerlukan empat puluh tahun yang tenang dan mengadakan hubungan dengan Allah dan alam, untuk melayakkan dia menjadi pemimpin bangsa Israel dengan hukum kasih” (Membina Pendidikan Sejati, hlm. 59).
 
Yesus, Musa kita yang lebih baik, juga disiapkan dalam cara yang tidak mudah dimengerti. Dia tumbuh dan bertambah dewasa di kota Nazaret yang tenang jauh dari lintas kesibukan kehidupan kota. Dia seharusnya tidak memerlukan pengembangan sifat dasar kerohanian-Nya, yang tentu saja adalah sempurna untuk memulai segalanya. Karakternya, bagaimanapun, adalah sesuatu yang harus dikembangkan.  Hal ini penting bagi Dia, sebagaimana Dia bertumbuh dalam fisik, juga bertumbuh dalam kemampuan untuk memenuhi tantangan yang semakin besar yang Setan tumpahkan kepada-Nya.
 
Musa perlu dikagumi karena perubahan karakternya – Yesus untuk perkembangan elemen karakter-Nya yang tidak ternoda tanpa gangguan sama sekali yang dengannya Dia memulai segalanya. Musa perlu dihormati atas kesabarannya bertahan di padang gurun pengasingan – Yesus harus selamanya dipuji karena penderitaan-Nya untuk tinggal di padang gurun manusia yang berdosa.
 
Adalah karakter kemanusiaan Kristus, bukan kemampuan Ilahi-Nya, yang dicobai dalam pertemuan-Nya dengan pencela-Nya. Kekuatannya karakter bukanlah karunia. Hal tersebut dipelajari dan diperoleh. Ketika Dia menurut kepada kehendak  Bapa-Nya, kapasitas-Nya untuk kemenangan rohani bertumbuh bersamaan dengan kredibilitas-Nya sebagai Anak Domba Allah yang tak bercacat.
 
Tingkatan perkembangan karakter kita tidak akan pernah sama dengan Yesus, tidak juga akan (sebelum penutupan pintu kasihan) setara dengan kelemahlembutan Musa yang perkasa. Namun demikian, kita perlu dan harus berusaha dengan seluruh kekuatan kita meniru teladan mereka dengan menyadari bahwa dalam pemeriksaan Kristus yang sempurna, kebenaran Dia tempa dan perkaya di tengah kesunyian di permulaan yang tenang.
 

BACAAN ALKITAB HARIAN

FOLLOW THE BIBLE

Yohanes 14:1-31 Rumah Bapa YOH 14:1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percaya juga kepada-Ku. YOH 14:2 Di rumah Bapa-...

LAGU FAVORIT